LAZNAS Dewan Dakwah - Dalam Islam, apabila harta yang dimiliki telah memenuhi syarat dan ketentuan untuk zakat, maka wajib untuk membayarkan zakat atas harta tersebut untuk menyucikannya.
Namun dalam beberapa keadaan, banyak orang yang menghutangkan hartanya dalam jumlah besar, atau apabila ditotalkan maka akan mencapai nisab yang mana merupakan ketentuan wajibnya menzakati harta. Harta yang dihutangkan ini dikenal juga dengan istilah piutang.
Lantas bagaimana hukum zakat piutang terebut? Apakah wajib juga untuk dikeluarkan zakatnya atau tidak karena tidak dalam genggaman? Jika wajib, maka bagaimana perhiyungannya? Ulama memberikan penjelasan terkait kondisi yang demikian. Ada dua pendapat ulama yang dapat dijadikan sebagai acuan atau rujukan, yakni pendapat jumhur fuqaha, dan pendapat yang dikeluarkan oleh Ibnu Hazm.
Jumhur ulama membagi kasus ini dalam dua kategori. Yang pertama yakni, piutang yang kemungkinan besar mampu dibayar oleh pihak yang berhutang namun belum mencapai tenggat jatuh tempo, dan yang kedua yakni piutang yang kemungkinan sulit untuk dikembalikan oleh pihak yang berhutang.
Untuk kategori pertama, ulama sepakat bahwa zakat harta atau piutang tersebut wajib untuk dikeluarkan bersama dengan zakat harta yang lain. Namun perlu dipahami perbedaan harta atau uang yang dihutangkan atau dipinjamkan, dengan uang yang hanya dititipkan, keduanya memiliki perbedaan sehingga harus dibedakan.
Harta yang dititipkan wajib untuk dibayarkan zakatnya, baik dititipkan kepada lembaga, bank, atau ke seseorang, karena harta atau uang tersebut dibawah kekuasaan pemilik.
Sedangkan untuk kategori yang kedua, ulama berbeda pendapat dalam pembayarannya. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa tak ada kewajiban zakat terhadap harta yang telah lalu, karena zakat dikeluarkan dengan memulai perhiyungan haul yang baru. Maksudnya, ketika piutang dibayarkan, maka pemiliknya tidak wajib menzakatinya karena terhitung sebagai harta baru yang bersamaaan dengan perhitungan haulnya.
Berdasarkan pendapat sebagian ulama, pemilik piutang berkewajiban mengeluarkan zakat piutang tersebut ketika telah dibayarkan, dan penghitungannya termasuk total keseluruhan waktu yang telah berlalu. Mislanya piutang tersebut tertunda tiga tahun, maka pemilik piutang wajib menunaikan zakatnya 3 kali saat piutang tersebut dibayarkan.
Sementara itu, sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa, pemilik piutang hanya wajib menzakati harta piutang tersebut satu tahun yang lampau apabila telah berlalu beberapa tahun. Dan pendapat ini yang kebayakan di rujuk oleh ulama kontemporer.